Teknologi VS Psikologi Dalam Pendidikan

Era globalisasi memang membuat peradaban menjadi lebih terasa. Semua sektor mengalami perubahan, dari yang awalnya manual ke digital. Tak terkecuali sektor pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya beragam media pendidikan yang berbasis teknologi. E-learning, merupakan pembelajaran berbasis elektronik. Sepertinya hal ini sudah mulai merambat di negara kita. Pembicaraan tentang e-learning dan sejumlah kemajuan teknologi di bidang pendidikan memang sudah sering dibahas. Nah, sekarang saya akan membahas tentang pengaruh teknologi bagi peserta didik, terutama yang berkaitan dengan aspek psikologisnya.
Pernahkah terpikir oleh kalian tentang pertarungan antara teknologi dan psikologi? Sebenarnya ini juga inspirasi dari salah satu dosen saya. Beliau mengatakan bahwa
saat teknologi dipakai dalam pendidikan, tidak terjalin interaksi psikologis antara guru dan peserta didik.
Memang keberadaan teknologi sekarang menjadi hal yang amat prestigious, apalagi dalam dunia pendidikan. Biasanya kita akan merasa keren saat memutar CD interaktif, saat mengajar menggunakan power point yang dipadu padankan dengan visualisasi yang tidak membosankan, atau saat memberi tahu cara metamorfosis menggunakan video yang diunggah dari internet.

Penggunaan teknologi ini membawa kita pada kepraktisan. Guru hanya tinggal klik untuk memutar power point sehingga tidak perlu susah-susah menulis di papan tulis. Guru hanya tinggal klik untuk memutar video metamorfosis sehingga tidak perlu susah-susah menjelaskan metamorfosis dengan panjang lebar. Bahkan teknologi juga bisa membuat peserta didik mempunyai banya sumber untuk belajar. Hanya dengan menulis keyword di search engine, semua sumber bisa dibaca. Namun terdapat efek lain dari penggunaan teknologi ini, yaitu tidak terjalinnya interaksi psikologis antara guru dan peserta didik.
Maksudnya, bil?
Misalnya saat guru menerangkan pelajaran menggunakan power point dan proyektor misalnya, biasanya guru hanya duduk di meja guru dan menatap laptopnya. Perhatian para siswa pun tertuju pada layar. Guru hanya sedikit menerangkan karena semua tertulis pada power point. Guru tidak berdiri dan berjalan menatap satu persatu siswanya lagi seperti yang biasa dilakukan para guru jaman dahulu. Padahal hal ini dimaksudkan untuk lebih memahami peserta didik. Ingat, mata adalah pancaran hati. Sejatinya interaksi psikologis ini sangat dibutuhkan pada siswa terutama siswa Sekolah Dasar mengingat mereka masih dalam tahap perkembangan baik itu psikologis, sosial maupun emosionalnya. Harus ada peran pembimbing yang membimbing secara langsung, bukan diwakilkan oleh teknologi.

Tidak terjadinya interaksi psikologis ini disebabkan guru maupun siswa berkutat pada teknologinya masing-masing. Tatap muka menjadi hal yang sangat mahal karena semua bisa dikomunikasikan melalui teknologi. Misal pada saat guru memberikan pemberlajaran menggunakan CD interaktif. Siswa hanya bekomunikasi dengan aplikasi, bukan dengan guru. Sehingga bisa diibaratkan seperti manusia yang berkomunikasi dengan robot. Tidak ada interaksi batin dari hati ke hati, karena memang robot diprogram oleh manusia dan tidak memiliki hati.

Penggunaan teknologi sekarang memang menjadi sebuah kebutuhan, tetapi harus memperhatikan pula aspek psikologis anak. Ada baiknya teknologi dipakai sebagai media pembelajaran saja, bukan sebagai subjek yang menggantikan posisi guru. Karena tetap harus ada interaksi langsung antara guru dengan siswa dalam setiap pembelajaran.


Comments

  1. hallo salam kenal..
    sebelumnya, selamat ya menang GA nya kak icci ^^

    aku baca bbrpa postinganmu di blog. tapi baru 3 postingan. km guru juga ya? :)

    ReplyDelete
  2. halo kak ina :D
    salam kenal jugaaaaa :)
    selamat juga ya kak udah menang kamera aquapixnya :D

    belum guru sih kak, tapi calon guru hehe :D kakak guru juga ya?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pump it up! Bikin Kecanduan

Pengalaman jadi "Panitia Merah"